Novel Dewasa CMD - “Vir, aku ingin bilang ke dirimu lagi kalau kita setelah ini nggak main-main. Dalam arti kamu nggak boleh berhubungan dengan siapapu ketika aku menculikmu. Ngerti? Jadi kamu nggak boleh sekedar nyapa tetangga, belanja ke supermarket, ke salon, ke mana-mana. Semuanya harus melalui perantara aku,” jelasku.
Vira yang tampaknya baru saja mendapatkan pengalaman baru hanya menatapku dengan matanya yang berbinar-binar. Entah ia mengerti atau tidak.
“Kamu ngerti, nggak?” tanyaku.
Vira manggut-manggut. “Ngerti boss, siap!” Dia menghormat kepadaku.
“OK, jadi karena kamu numpang di apartemen ini dan gratis, maka tidak ada salahnya dong kalau aku minta sesuatu,” kataku.
Tiba-tiba dia menyilangkan tangannya di depan dadanya. “Eit, kamu mau apa? Jangan macam-macam ya! Aku bukan cewek gampangan!”
Aku langsung menoyor kepalanya, ia agak terkejut dan melongo. Posisi tangannya masih menyilang di depan dadanya.
“Emangnya juga aku cowok gampangan? Jangan berpikiran mesum deh. Bukan itu maksudku. Maksudku adalah kamu yang jadi cleaning service. Kamu yang nyuci, ngepel, nyapu, bersihin kaca, dan lain-lain. Bahkan kalau perlu kamu belajar masak sana! Dan harus enak! Kalau nggak enak kamu yang makan sendiri!” kataku.
“Oh,” dia menunduk malu. “Iya deh, iya!”
“Nah, karena sekarang kita sudah sepakat, maka kita pikirkan rencana berikutnya, tentang bagaimana kamu bisa diculik,” kataku.
“Aku diculik sewaktu kabur dari rumah?” usulnya.
“Nggaklah, anggap kamu nggak ada niatan kabur. Kira-kira biasanya kamu pergi ke mana?”
“Dugem,” jawabnya singkat.
“Oke, berarti sepulang dari dugem, anggap kamu diculik oleh beberapa kawanan penculik. Mereka selama ini tahu kamu adalah anak Arthur Darmawan pemilik Darmawan Group”
“Hmm…oke, ngerti trus? Papa pasti bakal lapor polisi bukan?”
“Orang seperti papamu itu nggak akan ceroboh. Dia pasti bakal menyelidiki apakah kamu benar-benar diculik ataukah tidak. Dia akan menghubungi beberapa teman terdekatmu, dan tentu saja melacak nomor ponselmu. Tapi karena kamu nggak bawa ponsel anggap saja papamu nggak bisa melacakmu melalui ponselmu. Pertanyaannya adalah apakah kamu menghungi teman-teman terdekatmu sebelum ini?” tanyaku.
“Hmm….ada sih,” katanya.
“Yang tahu kamu ada bersamaku adalah Doni, tapi jangan khawatir aku bisa bungkam dia. Pertanyaannya adalah siapa yang kamu hubungi?” tanyaku.
“Temanku, tinggalnya di Tangerang,” jawabnya.
“Tangerang ya? Oke, ada nomor teleponnya?” tanyaku.
“Ada”
“Kalau misalnya temanmu itu bisa diajak kerja sama ya Oke-oke saja sih”
“Anu, yang menerima mesin penjawab telepon dia pergi ke mana gitu”
“Mesin penjawab telepon? Masih ada yang pakai telepon rumah?”
“Iya, dia pakai telepon rumah. Kamu tahu sendiri kan nomor telepon rumah mudah dihafal daripada nomor ponsel. Aku nggak bawa ponsel!”
“Iya, iya, aku bisa mengakalinya. Kita tinggal pergi ke rumah dia dan menghapus rekamannya”
“Wah, seperti spionase gitu ya? Keren, oke deh”
Biasanya cewek-cewek kalau diajak hal beginian keder, tapi nggak bagi cewek ini. Aku mulai ragu yang aku pura-pura culik ini cewek.
Aku lalu browsing situs-situs yang menjual barang bekas. Kemudian aku borong banyak ponsel lawas yang bisa membantuku nanti dalam aksiku. Aku juga membeli voice distraction, serta peralatan-peralatan lainnya. Begitu aku sudah beli semuanya tinggal menunggu besok. Karena aku beli online paling tidak delivery servicenya akan datang besok pagi.
Sore itu pula aku menulis surat ancaman kepada Pak Arthur. Kukirimi oranngya email:
Dear Arthur,
Anakmu saya culik. Siapkan uang 3 milyar atau nyawa anakmu tidak selamat. Ketentuannya akan kami berikan setelah Anda membalas email ini.
“Gimana?” aku memperlihatkan emailku kepada Vira terlebih dulu.
“Tiga Milyar?” gumamnya. “Papaku hartanya lebih dari sekedar tiga milyar”
“Kalau ini berhasil, kita bagi dua, satu setengah-satu setengah. Kamu bisa berlibur kemana-mana dengan uang itu,” kataku.
Tiba-tiba Vira langsung memencet enter. Akibatnya emailku langsung terkirim.
“Wah, oke deh. Terlanjur. Kita benar-benar sudah masuk sekarang,” kataku.
“Aku percaya ama kamu koq,” katanya.
“Baiklah, kita tinggal bergerak saja besok,” kataku.
Aku menoleh ke arah Vira. Aku kaget karena dia sekarang memasang tampang imut, matanya besar seperti matanya si Pus in Boots. Kenapa dia pake tampang imut seperti itu sekarang? Ah, perasaanku nggak enak. Dan ternyata benar. Ini sudah malam, dia butuh tempat tidur. Aku tahu maksud dari tatapan mata konyolnya itu.
Aku buka telapak tangan kananku dan aku templokkan ke wajahnya. PLOK! Ia langsung kelabakan berusaha menyingkirkan tanganku. “Hei!” serunya.
“Udahlah, aku nggak bakalan biarkan kamu pake kasurku, enak aja. Tetep tidur di sofa!” kataku.
“Dasar pelit!” gerutunya yang sekarang sudah berhasil menghalau tanganku. Dia langsung pergi dan menuju ke sofa tempat tidurnya. Aku hanya tersenyum melihat tingkah polahnya yang lucu.
Aku langsung beranjak ke kamarku. Setelah itu aku banting tubuhku di atas kasur. BRUK! Selamat tidur dunia.
******* Perfect Love *******
Seperti biasa aku terbangun pagi-pagi sekali. Aku keluar dari kamarku melintas ruang tengah. Kulihat lagi-lagi wajah cantik Vira yang tertidur. Seperti kemarin aku dekati dan mendekat kepadanya. Entah kenapa, aneh juga sih ada cewek di apartemenku, tapi nggak aku apa-apain. Ah entahlah, pacar aja bukan. Lagipula bukan itu tujuanku, dia ada di sini adalah karena aku ingin memberikan pelajaran kepada Arthur. Aku betulkan selimutnya hingga tubuhnya kembali berselimut dengan sempurna sampai ke leher.
Seperti kemarin, Vira terbangun sambil menguap lalu mencium-cium bau masakanku. Dia kemudian seperti zombie berjalan menuju dapur dan mencium-cium bau di mangkuk dan panci. Tingkahnya malah mirip anjing Cihuahua.
PLOK! Kembali jurus telapak tangan templokku beraksi.
“Yay!” gerutunya sambil menyingkirkan tanganku dari wajahnya.
“Mandi sana! Dasar perawan dor!” kataku.
“Nanti aja, dasar bawel!”
“Nggak mandi, nggak ada sarapan!” kataku.
“Iya iya!” dia berkata begitu masih sambil mencium-cium bau masakanku. “Nanti yang bakal jadi istrimu beruntung yah, punya suami jago masak.”
“Iya, tapi aku lebih suka istri yang bisa memasak, sanah!”
Dia menjulurkan lidahnya. “Weeek! Siapa juga yang mau ama kamu?” Vira langsung berbalik namun baru beberapa langkah berjalan ia berhenti. Ia berbalik lagi, “Eh, Ci, aku nggak ada baju nih. Beliin dong!?”
Aku menatap dia dengan pandangan tidak suka.
“Ayolah Ci, masa’ kamu tega aku nggak ganti daleman, bajuku ini aja dari kemaren? Lagian aku nggak boleh masuk kamarmu untuk sekedar pinjem baju. Kamu nggak perasaan banget ama cewek? Aku bisa menjamur Ci, bisa lumutan,” katanya.
Aku menghela nafas, “Buset, kamu itu korban penculikan. Koq malah minta yang aneh-aneh”
“Ayolah Ci, beliin baju pliiiiisss!” dia memohon.
“Ya udah, pakai laptopku sana, beli online saja. Aku nggak mau resiko ngajak kamu jalan-jalan keluar,” kataku.
“Asyiiiikk!” serunya.
“Hei! Mandi dulu!” bentakku.
“Iya iyaaa!” ia buru-buru masuk ke kamar mandi.
Setelah mandi dan sarapan. Hari itu ia aku ijinkan untuk belanja online. Dia membeli empat pasang baju, berikut juga dalemannya, pake lingerie. Ah, entahlah. Aku nggak tahu selera cewek. Belanja gini doang bisa habis 4 juta. Sompret dah. Untung aja limit kartu kreditku banyak.
“Ingat, jangan keluar!” kataku mewanti-wantinya. “Kalau kamu keluar bisa rusak semua rencanaku.”
“Iya, siap boss!” katanya sambil hormat kepadaku.
“Trus, kalau kamu laper di kulkas banyak makanan. Aku nanti bakal pulang cepat,” kataku.
“Beres boss!” katanya lagi sambil hormat kepadaku.
“Hubungi aku kalau papamu membalas emailnya!” kataku.
“Siap!” ia menghormat lagi, lama-lama aku senewen jadi tiang bendera kalau dia hormat begitu terus kepadaku.
Setelah itu aku pergi. Kutinggalkan dia di apartemenku, entah nanti apartemenku bakal dihias apalagi oleh dia. Kemarin Hello Kitty, nanti apalagi ya? Ah, bodo ah.
Hari itu aku berencana ingin bertemu dengan Doni karena dia satu-satunya orang yang tahu kalau di rumahku ada Vira. Hari in kantor libur boss. Kantorku memang Sabtu dan Minggu libur, seperti PNS kan? Kami janjian ketemuan di kafe yang nggak jauh dari apartemenku. Setelah aku menunggunya beberapa menit ia pun nongol. Dia langsung duduk di hadapanku.
“Pesen apa?” tanyaku.
“Terserah deh,” jawabnya. “Lo yang traktir kan?”
“Iye, dasar miskin lo,” kataku.
“Lha, situkan sudah manajer, aku masih bawahan. Wajarlah! Hahahaha”
“Dasar. Mbak sini mbak!” aku panggil pelayan.
Doni lalu memesan yang ada di menu setelah itu mbak-mbak pelayan tadi pergi.
“Don, aku ingin bilang sesuatu ama kamu,” kataku.
“Apaan?” tanyanya.
“Vira nginap di rumahku,” sontak Doni langsung ketawa keras. Aku toyor kepalanya. “Eh, nyet! Jangan ketawa dulu!”
“Iya, iya, sorry!”
“Aku mau ngasih pelajaran ama Arthur. Aku ama Vira berencana agar Vira diculik. Jadi….kamu harus pura-pura bego nggak tahu di mana Vira berada. Kalau sampai kamu kasih tahu ke orang-orang Vira ada di rumahku, aku sumpahin keturunanmu impoten tujuh turunan!”
“Waduh, sadis amat sumpah lo nyet. Iya, iya, aku nggak bakalan cerita. Tapi serius lo?”
“Iya, dua rius!”
“Lha trus, tanggapan Vira gimana?”
“Dia sih setuju-setuju aja, bahkan semangat banget”
“Awas lho, bisa kena Stockholm Syndrome!”
“Menurutku sih nggak apa-apa, toh dia cakep juga hahahaha,” kataku.
“Ci, Arci. Gimana tuh bokap ama nyokap? Masih nanya-nanya kapan punya cucu?” dia cekikikan.
“Iya tuh, tapi kali ini nelponnya cuma seminggu sekali. Biasanya berkali-kali nelpon”
“Kamu juga sih, jadi cowok dingin banget. Udaah, sikat aja itu si Vira. Mumpung dia lagi jomblo”
“Aku heran, koq kamu tenang-tenang aja dia ada di apartemenku?”
“Lah, kenapa? Emang aku udah nggak ada hubungan apa-apa lagi ama dia. Kita udah putus men. Nyante aja”
“Trus kamu udah baikan ama Yuyun?”
Doni menggeleng.
“Yaelah, trus?”
“Nggak tahulah Ci, aku bingung mau balik ama dia apa nggak”
“Sob, Yuyun itu udah aku anggap teman sendiri. Toh kita sering jalan bareng. Kamu juga bikin aku ngiri kalau kalian lagi bersama, masa’ ya nggak baikan?”
“Bukannya nggak mau, mentalku belum siap sob!”
“Ya udah deh, apa mau aku bantu?”
“Nggak, nggak usah. Makasih, entar yang ada elu embat lagi si Yuyun”
Aneh Doni ini. Sama Vira enteng banget dia, tapi sama Yuyun nggak. Padahal kan mereka udah jadi mantan dia. Aku coba pancing aja deh biar yakin.
“Kemarin pas nganterin Yuyun, hampir saja itu aku kebablasan,” pancingku
“Maksud lo?” tanyanya.
“Yah, tahu sendirilah. Rumahnya sepi dan cuma aku berdua, trus dia meluk aku gitu,” kataku.
“Trus, lo apain dia? Nggak lo apa-apain kan?”
“Yeee…khawatir banget, tenang aja. Aku ingat sama sahabatku. Nggak aku apa-apain. Emangnya aku cowok gampangan?”
“Syukurlah,” dia tampak lega. Berarti si Doni masih suka ama Yuyun. Bego banget dia.
Tak berapa lama kemudian mbak-mbak pelayan tadi membawakan pesanan kami. Setelah itu dia pergi.
“Jadi, ingat. Jangan beritahu ke siapapun kalau Vira ada di rumahku,” kataku.
“Iya, beres!” katanya.
******* Perfect Love ********
Aku pulang ke apartemenku. Benar sesuai dugaanku, kali ini sang penata ruangan amatir mengubah posisi sofaku. Kalau sebelumnya sofanya aku pinggirkan sekarang ia geser ke tengah. Kulihat dia sedang mondar-mandir ngepel lantai. Baguslah. Dan dia pakai baju yang barusan dibelinya tadi. Si kitty ini senang melihatku pulang.
“Baju baru?” tanyaku.
“Iya, he-eh. Makasih yah!” jawabnya.
“Belum ada balasan dari papamu?” tanyaku. Ia menggeleng. “Apa kurang meyakinkan ya?”
“Kenapa nggak kamu kirim aja bajuku ke rumahku?” tanyanya.
“Ah, bener. Harusnya begitu. Oh, ngomong-ngomong ada paket datang?” tanyaku.
“Iya, tuh di meja!” katanya.
Aku segera mengambil kotak bungkusan yang ada di meja. Aku segera bongkar isinya. Semuanya adalah ponsel-ponsel produksi China second. Aku beli dalam jumlah banyak untuk tujuan ini. Aku kemudian mengeluarkan segepok kartu SIM Card.
“Tugasmu sekarang, kalau sudah ngepel aktifkan semua kartu ini!” kataku.
“Oh, Ok!” katanya.
“Ingat, jangan buat nelpon. Cuman diaktifkan aja,” kataku.
Ia mengangguk.
“Mana bajumu? Aku akan kirimkan bajumu ke rumahmu,” kataku.
Vira buru-buru pergi ke tumpukan baju yang ada di keranjang laundry. Ia datang sambil membawa bajunya. Untung belum dicuci ama dia. Aku mengambil tas plastik yang ada di rak dapur, kemudian aku masukkan baju itu ke dalamnya.
“Aku keluar lagi, moga aja ini berhasil,” kataku.
“Siap boss!” katanya lagi.
Aku segera keluar lagi, kali ini menuju ke rumahnya. Semoga aja rumahnya nggak sepi, jadi adanya kiriman baju ini akan bisa langsung ditanggapi. Aku sudah selipkan di dalamnya kertas yang menyuruhnya untuk membuka email dan juga tentu saja ancaman kalau ia lapor polisi maka aku akan menghabisi putrinya.
Mencari alamat Arthur itu nggak sulit. Dari seluruh perumahan di Menteng ini aku sudah menemukannya dengan cepat. Ada tulisan Arthur Darmawan dan logo Darmawan Group di pagar rumahnya. Tanpa tedeng aling-aling aku keluar mobil lalu melemparkan bungkusan plastik ke dalam pagar. Moga aja nggak ada kamera CCTV, kalau ada bisa gawat. Tapi aku sudah pastikan bahwa nggak ada kamera di sana. Setelah itu aku pulang.
Di tengah perjalanan pulang itulah ada kabar baik. Vira menelponku. Ya, dia kutinggalkan nomor teleponku kalau sewaktu-waktu ia ingin menghubungiku.
“Ci, udah masuk emailnya ci, berhasil! Papaku udah menghubungi. Sepertinya kita kena jackpot!” katanya.
“Oh ya? Baguslah. Aku segera ke rumah!” kataku. TO BE CONTINUE
0 Komentar