Novel Dewasa CMD - Hal yang teraneh dalam hidupku adalah engkau berada satu meja dengan orang yang kamu benci. Iya, siapa lagi kalau bukan Arthur. Dia sibuk mengunyah steak tenderloin yang baru saja ia pesan. Steak itu ia kunyah dengan sangat nikmat. Dia lalu menoleh ke arahku.
“Kenapa nggak pesan? Pesan saja!” katanya. “Penjelasanku tadi sudah jelas, bukan?”
Stop!
Bagamaimana bisa sampai seperti ini? Kenapa aku harus makan satu meja dengan orang ini? Kalian mungkin tak akan percaya, tapi sebaiknya aku ceritakan semuanya dari awal.
Setelah aku memulangkan Vira dan mengirimkan amplop berisi kunci koper itu kepadanya. Aku sedikit menjalani kehidupanku dengan tenang. Tenang karena aku sudah memberikan pelajaran kepada Arthur. Namun di sisi lain ada ketidak tenangan. Ya, bagaimana bisa tenang kalau aku teringat dengan Vira, orang yang aku sayangi. Hiasan wallpaper Hello Kitty-nya saja masih ada di apartemenku. Si Hello Kitty itu bagaimana keadaannya sekarang?
Pagi itu sepi, kalau biasanya Si Hello Kitty itu datang ke dapur membaui masakanku, sekarang nggak lagi. Di sofa aku masih lihat selimut dan bantalnya. Kepengen rasanya kalau dia tidur di apartemenku lagi, aku nggak bakal membolehin dia tidur di sofaku. Tidur seranjang aja deh. Aku menghela nafas dan pagi itu masak yang simple, nasi goreng plus telor ceplok.
Aku tidak begitu semangat berangkat ke kantor. Namun aku tetap memaksa wajahku untuk ceria. Jangan deh aku ikut-ikutan jadi zombie gara-gara ini. Aku segera ke mejaku dan membalasi semua email yang ada. Aneh, aku tak melihat Doni hari ini. Kemana dia? Aku telpon ponselnya juga nggak aktif.
Bahkan ketika siang hari pas jam makan siang pun dia tidak muncul. Biasanya ia minta ditraktir. Aku iseng melihat berita di tv.
“Baru-baru ini anak seorang pebisnis dan pengusaha pemilik Darmawan Group ditemukan tewas. Vira Yuniarsih Darmawan usia 24 tahun ditemukan tewas di pinggiran kota setelah sebelumnya tidak pulang selama beberapa hari. Menurut keterangan keluarga korban kemungkinan dia kabur dari rumah, setelah itu korban diculik dan dibunuh.
“Dengan kerja sama dari masyarakat akhirnya tidak sampai dua puluh empat jam setelah mayat ditemukan, polisi kemudian menangkap tersangka di rumahnya. Tersangka berinisial DH telah mengaku menculik korban tapi tak sengaja membunuhnya. Atas hal ini tersangka akan dijatuhi pasal penculikan dan penghilangan nyawa seseorang….” berita di tv itu langsung membuatku tersedak.
“Vira? Tak mungkin!” gumamku. Tapi aku merasa aneh dengan foto yang dimunculkan di tv. Itu bukan Vira! Bukan Vira yang aku kenal. Lalu kalau itu Vira, siapa yang bersamaku selama ini???
Aku melanjutkan menonton berita di tv itu.
“Keluarga Darmawan sangat terpukul atas hal ini. Seperti yang diketahui keluarga Darmawan mempunyai dua orang anak, mereka semua wanita. Yang pertama bernama Iskha Kusumaningrum Darmawan, dan yang kedua merupakan anak tiri yang bernama Vira Yuniarsih Darmawan…..,” penjelasan reporter itu seolah-olah menyadarkanku kalau selama ini aku hanya diperalat.
Ponselku bergetar. Aku lihat nomornya. Itu Pak Arthur. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Halo?” aku mengangkat dan langsung bicara.
“Aku ada di restoran di seberang jalan. Kalau kamu ingin bicara denganku silakan aku ada di sana,” katanya di telpon. Aku melihat restoran besar itu. Restoran yang mana masakannya selalu mewah dan kebarat-baratan. Aku menutup teleponku dan segera meninggalkan makanan yang belum sempat aku sentuh tadi.
Begitu masuk ke restoran ini aku seperti masuk ke sebuah aula yang sepi pengunjung. Atau memang restoran yang luas dengan berbagai ornamen klasik ini memang sudah dibooking oleh seseorang? Namun berbagai petanyaanku yang timbul ini akhirnya terjawab sudah setelah aku melihat di sebuah sudut ujung meja tampak seseorang yang sangat aku kenal. Orang yang menguasai saham perusahaan tempatku bekerja berada menikmati makan siang sepotong steak tenderloin dengan segelas wine.
Begitu melihatku, ia langsung melambai. Aku pun berjalan menuju ke arahnya. Melihat ia makan dengan nikmat aku juga jadi ngiler sebenarnya, mana tadi aku belum nyentuh makan siangku. Welahdalah, koq aku malah mikirin makanan sekarang? Ia memberi aba-aba untuk duduk. Aku sekarang duduk. Semeja dengan orang yang sangat aku benci itu.
“Kamu pasti bingung dengan apa yang terjadi,” katanya.
“Sejujurnya, iya,” kataku.
“Aku akan cerita singkat. Pertemuanku denganmu merupakan sebuah anugrah yang tidak pernah aku sangka sebelumnya. Engkau cerdas, cerdik dan lebih daripada itu, kamu mempunyai charming yang tidak dimiliki oleh pemuda biasa seperti dirimu. Awalnya aku ragu ketika memilihmu untuk melakukan ini semua tapi percayalah, engkau telah menolong putriku dari sebuah kemelut yang aku sendiri sebenarnya tidak ingin dia mendapatkan musibah ini.”
“Langsung saja, tak usah berbelit-belit. Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Arci, Arci. Aku telah menyelidiki latar belakangmu. Aku kenal ayahmu sebagai seorang pengusaha kuliner yang sukses. Dulu aku pernah berbisnis dengannya dan agaknya bisnis ayahmu sekarang berhasil. Beruntung dia mempunyai anak seperti dirimu, cerdas luar biasa. Tapi sayang, kamu kurang cerdik.
“Masalah yang aku hadapi cukup pelik. Punya seorang anak yang pemadat, broken home. Semuanya memang salahku yang kurang memberikan ia perhatian. Tapi sejujurnya Vira adalah gadis yang baik. Aku juga sangat mencintainya. Sebenarnya juga aku memperlakukan kedua putriku sama. Baik Iskha ataupun Vira. Tapi sayang keadaannya berubah ketika dia dekat dengan seseorang, aku tak tahu siapa. Tapi yang jelas pemuda itu telah menjermuskan Vira untuk memakai obat-obatan terlarang, dugem, bahkan pesta sex.
“Suatu hari aku pulang ke rumah dan mendapati Vira bersimbah darah dengan pisau menancap di perutnya. Aku melihat Iskha menangis di sampingnya. Akhirnya aku sadar kalau Iskha tidak sengaja membunuh adiknya itu. Aku panik tentu saja. Nama baikku dipertaruhkan. Bagaimana mungkin putri seorang pemilik Darmawan Group ini menjadi seorang pembunuh? Aku tak ingin membiarkan itu semua terjadi. Aku pun mengatur siasat. Semuanya sudah aku rencanakan.
“Doni Hermansyah adalah tumbal. Bukan, dia bukan tumbal. Tapi pion untuk membuat rencanaku berhasil. Dia sedang butuh uang untuk keselamatan ibunya yang sekarang sedang terkena kanker paru-paru. Aku bersedia membantunya agar dia menjadi orang yang bersalah atas pembunuhan Vira. Dan kalau dia tak mau aku mengancamnya akan mencelakai kekasihnya Yuyun. Tentu saja ia mau dengan sukarela. Terlebih itu untuk keselamatan ibunya dan juga pacarnya. Tinggal kemudian aku harus mengatur plot, bagaimana Vira diculik. Aku pun mengajak Iskha untuk ikut dalam permainan ini, ia pura-pura menjadi Vira. Tapi sepertinya ia malah jatuh cinta beneran kepadamu.
“Untuk meyakinkanku bahwa engkau orang yang tepat maka aku atur skenario. Aku suruh Doni pura-pura dekat dengan Vira dan memutuskan Yuyun. Yuyun tentu saja shock diputuskan pacarnya. Melihat engkau tidak ngapa-ngapain Yuyun di kontrakannya, hal itu membuatku yakin engkau tak akan mencelakai putriku kalau dia bersamamu. Dan ujianku ternyata tidak salah. Kamu benar-benar menjaga putriku selama di apartemenmu. Bravo, kamu memang gentleman. Dan uang itu? Hahahaha, uang itu sudah aku siapkan dan akhirnya juga kembali kepadaku. Aku suruh Iskha untuk mengambil semua uang yang kamu simpan. Terima kasih kamu telah mengarahkan polisi melacak telepon dan rute pelarianmu hingga akhirnya menemukan mayat Vira. Alhasil nama Iskha bersih, nama Darmawan juga bersih. Terima kasih.”
Penjelasan panjang lebar Arthur Darmawan ini makin membuatku membenci orang ini. Tanganku terkepal.
“Kenapa nggak pesan? Pesan saja!” katanya. “Penjelasanku tadi sudah jelas, bukan?”
Aku melihat menu yang berada di atas meja makan. Glek! Laper sebenarnya. Tapi kepalaku berputar-putar, pusing rasanya. Shock karena apa yang aku rencanakan ternyata malah ada orang yang sudah jauh melangkah dua jengkal di depanku. Aku pun mengumpat dalam hati. Stress…perutku kosong. Aku butuh makan. Aku butuh berpikir.
Aku kemudian melambai ke pelayan. Dia pun datang.
“Pesan saja, aku yang bayar,” kata Arthur.
“Aku pesan semua menu ini,” kataku sambil menunjuk ke menu spesial. “Ingat semuanya, juga minuman ini, ini dan ini!”
Pelayan mengerutkan dahi. Ia tak menyangka aku memesan itu semua. Emangnya kuat makan makanan begitu banyak? Dia tak tahu kemampuan perutku dalam kondisi stress seperti ini.
Akhirnya aku pun terdiam setelah pelayan pergi untuk ke dapur. Kulihat wajah Arthur sangat puas sekali.
“Aku setuju setuju saja kamu dekat dengan Iskha, kamu cerdas dan orang yang karirnya cemerlang. Aku sebenarnya tak sampai hati menolak proyekmu kemarin itu. Semua itu agar kamu benar-benar membenciku dan melakukan rencana ini. Hahahaha, aku tak bisa menahan ketawa karena hal itu,” kata Arthur.
Pikiranku terus berkecamuk. Aku tak bisa berpikir secara logis. Bagaimana mungkin orang seperti Arthur ini sangat licik. Mau melakukan apa saja agar namanya baik.
“Aku sedang terlibat kontrak dengan salah satu perusahaan mobile terkemuka dari Korea. Kalau ini deal, kantormu dan groupku akan menjadi perusahaan pertama yang mengisi aplikasi mobile mereka. Tahukah kamu, mereka itu melihat nama baikku, maka dari itulah kalau sampai aku ataupun keluargaku terlibat kasus kriminal, bisa-bisa kontrak batal. Dan itu sama sekali tidak baik. Lagi pula aku tidak mau melihat Iskha depresi gara-gara kesalahan yang tak sengaja ia lakukan”
Selama sepuluh menit aku diam sambil melihat Arthur Darmawan makan siang dengan lahapnya. Saat itulah pesananku tiba. Dalam sekejap mejaku penuh dengan makanan. Aku pun segera memasang serbet, lalu memakan semuanya. Ya semuanya. Makanku sangat lahap. Saat makan itulah aku berpikir, aku tak menghiraukan dia ngomong apa.
Aku berpikir kenapa aku bodoh, kenapa aku tolol sekali. Seharusnya dari ketika pertama kali Doni putus dengan Yuyun dan mengatakan bahwa dia dekat dengan putri Arthur aku sudah curiga. Dia sangat mencintai Yuyun, tak mungkin dia selingkuh. Aku sudah kenal sahabatku ini, lalu kenapa sampai aku meragukannya? Terlebih ketika Doni terlihat biasa saja setelah diputus oleh Vira…yang sebenarnya adalah Iskha. Juga ketika dia khawatir Yuyun aku apa-apain. Itu artinya ia tak pernah bermaksud memutuskan Yuyun.
Aku juga seharusnya curiga. Anak cewek jaman sekarang bagaimana mungkin tidak membawa ponsel? Iskha saat itu pasti membawa ponsel dan melaporkan semuanya kepada papanya. Aku bodoh, karena aku tak pernah menggeledah isi tasnya. Dia berhasil menguras kartu kreditku 4 juta bo’, 4 juta! Tak hanya itu, duit 3 milyar itu sekarang tak pernah aku memilikinya. Iskha telah mengambilnya dan diberikan lagi ke papanya. Sedangkan aku hanya menikmati makan siang ini di sini bersama orang brengsek yang bernama Arthur. Sial, ia cerdik, licik, konspirator tulen.
“Aku sudah selesai, kalau kamu masih makan dan ingin pesan lagi pesan saja. Bil-nya dari aku. Aku telah memberikan bonus kepadamu langsung masuk ke rekeningmu. Kuharap bonus itu tak mengecewakan. Terima kasih telah berguna untukku. Dan satu lagi, kuharap kamu tak dendam kepadaku. Aku sangat menyayangi putriku soalnya, kuharap kamu memahami kenapa aku melakukan ini semua,” kata Arthur sambil menepuk pundakku, kemudian dia pergi meninggalkanku sendirian menghabiskan seluruh yang tersaji di meja makan.
Aku makan semuanya sampai habis. Sendirian, hingga pikiranku pun tercerahkan. Aku akan balas dia. Arthur benar-benar brengsek. Dan aku punya cara untuk membalasnya. Terima kasih atas makanan yang telah aku makan tadi. Aku benar-benar bersemangat untuk mengalahkannya kali ini dan rencanaku aku yakin 100% berhasil. Otakku tiba-tiba saja berpikir seperti air terjun yang mengalir. Mungkin aku boleh dibilang seperti Detektif Obesitas Kim yang tubuhnya menyusut ketika berpikir keras. Ya, bisa jadi seperti itu, karena setelah berpikir keras tadi aku merasa belum pernah makan padahal makanan semeja tadi aku sendiran yang menghabiskan. Dan aku belum kenyang.
************* Perfect Love ************
Aku menjenguk Doni di rumah tahanan sore itu. Aku langsung marah-marah ketika melihat dia di ruang besuk.
“Kamu brengsek Don! Kenapa kamu tidak bilang kepadaku?” tanyaku.
“Sorry sob, ini semua demi ibuku dan Yuyun. Kamu harus tahu keadaanku,” jawabnya.
“Kamu masih nganggap aku sahabatmu nggak sih? Ngapain kamu rela menjadi tersangka seperti ini?”
“Nggak lama koq sob aku tinggal di sini. Tiga tahun doang setelah itu aku bebas. Pak Arthur menjaminnya. Yang penting ibuku sembuh dan Yuyun nggak kenapa-napa”
BRAK! Aku gebrak meja!
“Kamu bisa bicara seenaknya begitu? Kamu tahu kalau aku sekarang seperti orang yang dipermainkan. Nggak kamu, nggak Arthur, nggak juga Iskha. Kalian benar-benar hebat mempermainkanku!” bentakku ke Doni.
“Aku sudah bilang aku minta maaf, Ci,” kata Doni sambil memelas. “Aku tak punya pilihan lain. Apa yang bisa aku lakukan?”
Melihat tangan Doni yang terborgol itu aku jadi kasihan juga sebenarnya. Sahabatku ini malah berkorban untuk orang-orang yang dicintainya. Dan aku diperalat begitu saja oleh Arthur. Orang itu benar-benar akan aku hancurkan sampai dia benar-benar tak ingin melihat dunia ini lagi.
“Trus, bagaimana keadaan ibumu?” tanyaku.
“Dia sekarang mulai mendingan. Tapi tetep harus kemoterapi. Kamu tahu sendirikan kanker”
“Kalau kamu jujur kepadaku dari awal tak akan terjadi seperti ini. Sebenarnya aku sudah curiga dari awal ada yang kamu sembunyikan, ternyata ini yang kamu sembunyikan. Kamu tega banget jadi temen.”
“Ci, aku sudah minta maaf. Aku tak punya pilihan lain!”
“Kalau lo nggak ada di tahanan udah gua hajar lo!”
“Iye, iye, hajar deh hajar. Yang penting aku sudah jujur, ibuku selamat, Yuyun juga selamat”
“Koq rasanya aku yang jadi antagonis di sini sih? Ah, nggak. Lebih buruk lagi peran pembantu. Brengsek.”
“Ci, jagain Yuyun ya selama kau di sini. Pliiss!” ia mengiba. Ingin rasanya aku benturin kepalanya di meja.
“Kamu harus keluar dari tempat ini,” kataku.
“Gimana caranya? Kabur dari penjara?”
“Nggak, kamu harus jujur kalau kamu disuap oleh Arthur untuk mengakui bahwa kamu yang bunuh Vira!”
“Mana mungkin? Itu bodoh namanya!”
“Don! Ini semua nggak adil!”
“Biarin, ini aku lakukan untuk nyokap Ci! Untuk Yuyun! Kamu udah jatuh cinta ama Iskha kan? Selama kamu pura-pura nyulik dia kamu udah suka ama dia kan? Kalau misalnya aku jujur kamu rela dia masuk penjara?”
Aku bagai jatuh dari ketinggian 100 meter mendengar ucapannya itu. Benar juga sih. Kalau dia jujur bisa-bisa Iskha terseret jadi pembunuh. Aku sudah terlanjur suka ama dia, tapi dia udah memperalat aku. Aarrgghh! Aku jadi ngerti kenapa kemarin dia minta untuk lari saja, pergi dari kota ini. Ternyata permintaannya kemarin agar kita bisa pergi bersama adalah permintaan yang sungguh-sungguh. Iskha…aku bodoh. Kenapa tidak bisa membacanya dari awal.
Akhirnya aku pergi meninggalkan Doni tanpa sepatah kata pun. Sekalipun Doni berkali-kali manggil-manggil aku untuk minta maaf. Aku segera pulang. Seluruh otakku serasa nyut-nyutan merasakan hal ini. Rasanya aku ingin segera menghajar Arthur, tapi dia harus diberi pelajaran. Akal-akalan menculik agar polisi menganggap Vira diculik dan dibunuh. Klop sudah. Kalau memang Arthur mencintai putrinya, kenapa malah melakukan itu? Dia hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri. Baiklah kalau begitu. Aku juga punya rencana. Terima kasih atas traktirannya Arthur Darmawan.
Aku pulang lebih dulu dari biasanya. Selama perjalanan pulang pikiranku dipenuhi rencana-rencana dan berusaha menerima keadaan bahwa ini adalah kenyataan bukan mimpi. Aku masuk ke apartemenku. Keadaannya masih seperti sebelumnya. Melihat Wallpaper Hello Kitty itu aku jadi teringat Iskha. Bagaimana kabarnya sekarang setelah berhasil memperalatku?
Aku duduk merenung. Merenungi semuanya. Mungkin kalau orang-orang sekarang melihatku, aku seperti orang yang hancur. Di PHP-in istilah anak muda jaman sekarang, sekalipun kata PHP itu nggak cocok karena itu adalah bahasa pemrograman web yang biasanya aku gunakan untuk membuat website.
Agaknya aku tak perlu bertanya lagi. Karena ketika aku sibuk berpikir dengan rencana balas dendamku, pintu apartemenku terbuka dan seorang wanita masuk. Dari bau parfumnya sudah aku ketahui. Bau parfum cewek, aku menoleh ke arah pintu. Wajah Iskha, orang yang aku anggap sebagai Vira kemarin ternyata datang sendiri ke tempatku. Dia tersenyum kepadaku. Ada raut rasa bersalah di matanya. Tapi tatapan mata itu tak akan pernah aku bisa lupakan seumur hidupku. Iskha, kenapa kamu tega melakukan hal ini kepadaku?
“Kamu mau memaafkan aku?” tanyanya.
Aku tak menjawabnya. Pikiranku sedang berkecamuk, terlebih aku ingin bicara kepadanya saja susah. Aku masih belum bisa memaafkan terhadap apa yang telah ia lakukan kepadaku.
“Aku bisa mengerti hal itu. Aku ke sini ingin mengucapkan selamat tinggal. Maaf kalau kemarin aku berbohong. Aku tahu kamu hancur sekarang telah aku peralat. Sekali lagi maafkan aku,” katanya.
“Iskha, itu nama aslimu yah?”
“Iya, makanya kemarin aku ingin kamu manggil aku Iskha,” katanya sambil duduk di depanku. “Nih, soft drink kesukaaanmu! Tenang aja nggak diracun koq”
Dia meletakkan dua kaleng softdrink yang biasanya aku minum. Dia mengambil satu dan langsung membukanya.
PSSSSTTTTT! Suara kaleng itu ketika dibuka oleh Iskha. Wajahnya tak akan pernah aku lupa, wajah imut, manis dan sekarang dia ada di hadapanku. Ada rasa aneh saja, cewek seimut ini, secakep ini mau memperalatku. Apalagi dia rela menyerahkan keperawanannya untukku kemarin.
Aku mengambil kaleng soda itu dan membukanya. PSSTTT! sama seperti dia. Aku juga meminum soda itu. Haus juga ternyata aku. Aku tatap mata Iskha.
“Seharusnya kamu menerima tawaranku untuk pergi bersama uang itu,” katanya.
“Apakah perasaanmu kepadaku juga bohong?” tanyaku langsung to the point.
Ia menggeleng. “Aku suka kamu, beneran. Aku sebenarnya suka kepadamu sejak bertemu denganmu. Sudah lama sebenarnya. Semenjak aku melihatmu ketika presentasi di kantormu. Saat itu papa sedang memakai skype dan kameranya tak sengaja menyorot ke dirimu. Aku sudah suka kepadamu sejak saat itu. Eksekutif muda, single, mapan, tekun, ulet, jujur, cerdas. Aku suka kamu.”
“Lalu kenapa kamu membohongiku sampai seperti ini?”
Iskha kemudian beranjak dan duduk di sebelahku. Ia langsung memelukku.
“Aku sungguh tak tega Ci, aku nggak tega sebenarnya. Kamu mau kan memaafkanku? Aku sayang ama kamu, aku bisa menerima kalau kamu sakit hati sekarang. Tapi, jangan lupakan aku ya? Kumohon…,” Iskha mengelus-elus rambutku dalam pelukannya.
Tiba-tiba kepalaku pusing sekali. Apa ini? Apa dia memberikan sesuatu kepada kaleng soda itu? Tu…tunggu dulu bagaimana bisa? Bukannya tadi kalengnya belum dibuka?
“Sekali lagi maafkan aku ya Ci, maaf. Tapi perasaanku kepadamu itu tidak bohong. Aku sungguh-sungguh menyukaimu. Maafkan aku….,” itu kata-kata terakhir Iskha sebelum aku tak sadarkan diri. Aku masih tak tahu bagaimana caranya dia memasukkan obat ke dalam kaleng soda itu. Aku pun tak sadar untuk waktu yang lama. Terkapar dalam pelukannya.
Aku berasa di dalam sebuah kegelapan. Kegelapan yang pekat. Apakah aku mati? Apakah yang dia campurkan ke dalam minuman itu racun untuk membunuhku? Bisa jadi Arthur ingin membunuhku karena aku tahu banyak. Aku tahu siapa yang membunuh Vira, tahu apa yang dia lakukan, tahu apa yang dia perbuat. Bisa jadi. Tapi itu terlalu cepat. Aku ini pemeran utama, kenapa harus aku yang tewas? Aku harus hidup. Harus hidup.
Dan aku pun terbangun di atas tempat tidurku. Hari masih malam. Kulihat jam bekerku menunjukkan pukul 4 pagi. Untunglah bukan racun yang dimasukkan ke dalam minumanku tadi. Aku langsung bangun walau dengan kepala pusing. Ruanganku bersih. Wallpaper Hello Kitty telah dilepas. Tak ada tanda-tanda keberadaan Iskha. Kenapa? Apa yang terjadi? Aku lalu meraih ponselku. Seluruh history callku telah terhapus. Rupanya Iskha membereskan bekas-bekas dia yang pernah tinggal di apartemenku. Cerdik, ini pasti siasat dari papanya. Bisa jadi nanti polisi juga menyelidiki aku di apartemenku, maka dari itulah aku dibuat tidur sementara anak buah Arthur membersihkan semuanya.
Aku masih bingung bagaimana caranya obat itu bisa dimasukkan ke dalam kaleng soda? Akhirnya aku ingat-ingat bentuk kaleng soda itu. Wajar, karena belum terbuka, tapi ada satu bagian yang menurutku agak aneh. Aku ingat-ingat lagi. Ketika aku meraba badan kaleng itu ada satu bagian yang ditempeli sebuah selotip kecil. Sampai kecilnya mungkin tak akan terasa di tangan, tapi aku baru mengingatnya. Ya, dia menyuntikkan obat tidur itu ke dalam kaleng itu dan memberikan selotip kecil agar tertutup lagi. Pantas saja ketika kaleng dibuka masih bisa bunyi seolah belum pernah dibuka. Perfect. I’m lost.
Aku sekarang berdiri di ruang apartemenku seperti orang bodoh yang baru saja terbangun dari mimpi. Mimpi yang indah tentang uang 3 Milyar, dan juga mimpi indah tentang bidadari yang seharusnya bisa jadi pacarku. Arthur Darmawan. Aku akan membalasmu. Nah, kalian tahu bukan kenapa aku sangat membenci Arthur Darmawan? Ya, aku benci dia. Kalian juga pasti membencinya. Sangat membencinya. TO BE CONTINUE
0 Komentar